Selasa, 29 November 2011

Requiem For A Dream

Catatan singkat
May Contain Spoiler

“Berakit-rakit dahulu bersenang-senang kemudian”. Mungkin itulah pribahasa yang paling populer ditelinga kita. Untuk mencapai sesuatu yang diinginkan maka menurut pribahasa tersebut, kita harus ‘berakit-rakit dahulu’ yang mungkin artinya harus berusaha dengan keras,toh mendayung rakit bukan perkara mudah bukan? Apalagi kalau arus yang menghadang kita sangat deras.

Tapi bagaimana jika seandainya pribahasanya kita balikan seperti ini “bersenang-senang dahulu bersakit-sakit atau mati kemudian?”,pasti tidak ada yang mau bukan?. Dan hal itulah yang digambarkan Darren Aronofsky dalam filmnya “Requiem for a dream”.

Entah dari kapan nama Darren Aronofsky mulai terkenal. Saya mengenal nama dia sejak dia berhasil membesut film “The Wrestler” yang banyak memenangkan banyak penghargaan. Sejak saat itu saya jadi tertarik untuk menonton film-filmnya terlebih filmnya yang berjudul Requiem for a dream yg banyak orang menyebutnya sebagai film terbaik buatanya.

Film denga tema drugs atau obat-obatan terlarang memang cukup sering difilmkan walau dengan konsep dan cerita yang berbeda. Darren Aronofsky lewat filmnya “Requiem for a dream” berusaha berbicara tentang betapa bahayanya sebuah obat “obat terlarang” jikalau pemakainanya tidak sesuai dengan aturan.

Filmnya dibuka dengan tidak basa-basi. Aronofsky langsung memperlihatkan betapa bahayanya seorang pecandu,bahkan karena saking kecanduan obat tersebut,maka ia akan rela melakukan apapun. 

Saya sangat penasaran dengan film yang banyak mendapat pujian ini. Seperti apakah kiranya Aronofsky akan menggarap film dengan tema seperti ini. Saya sempat pesimis di limapuluh menit pertama,Aronofsky sepertinya hanya memperlihatkan efek kesenangan dari sebuah obat saja. Saya sempat berkata terhadap diri saya sendiri, “akan terus-menerus seperti ini kah?”. Tapi ternyata Aronofsky seolah sedang bermain denga kita sang penonton. Karakter-karakter dalam film ini seolah sedang dibawa ketitik puncak dengan kenikmatan tertinggi,dan sampai pada akhirnya Aronofsky menjatuhkannya dengan seketika ketitik paling dalam yang sepertinya mustahil untuk kembali lagi. Dan tanpa terasa penontonpun (saya),berhasil ikut terseret kedunia yang diciptakan Aronofsky.

Pada kenyataanya difilm ini Aronofsky tidak hanya melulu memperlihatkan sisi drugs nya saja,tapi juga faktor-faktor yang menyebabkan kenapa orang-orang tersebut menggunakan obat-obatan terlarang baik disengaja atapun tidak. Karena pada akhirnya akibat dari semua ini tidaklah pandang bulu baik antara yang disengaja,tidak sengaja atau bahkan kesalahan orang lain. 

Sebuah film yang tidak hanya bagus,tapi juga mempunyai sisi pembelajaran yang teramat kuat. Saya yakin “para pemake” akan berpikir duakali untuk terus mengkonsumsi obat-obatan terlarang setelah menonton film ini dengan “selesai”.

Sebuah film dengan eksekusi akhir yang sangat mengagumkan.

My Rate : 5/5

Selasa, 01 November 2011

Colombiana


Film-film dengan tema balas dendam atau sekarang sudah sangat dikenal dengan sebutan "vengeance" memang selalu menarik dimata saya. Tidak usah dipertanyakan lagi kenapa saya begitu suka dengan tema film-film seperti ini. Karena pada kenyataanya, film yang bercerita balas dendam selalu mampu membangkitkan emosi terdalam manusia bahkan untuk ukuran manusia yang angat cuek sekalipun. Balas dendam adalah hal pertama yang paling sering dipikirkan manusia saat diri kita sendiri atau seseorang yang sangat penting dan berarti bagi hidup kita telah tersakiti, bahkan untuk ukuran seorang Profesor sekalipu yang "katanya" lebih banyak melakukan tindakan berdasarkan akal dibandingkan dengan dorongan hati atau perasaan. Walau cara untuk balas dendam itu sendiri berbeda-beda.

Diceritakanlah seorang anak dari Colombia 'Cataleya' (yang besarnya nanti diperankan Zoe Saldana) yang pergi seorang diri untuk bertemu dengan pamanya di Amerika nun jauh disana setelah kedua orangtuanya tewas oleh komplotan yang sebenarnya masih satu kekerabatan, entah karena apa sehingga mereka saling berselisih paham sampai pada akhirnya harus ada satu pihak yang menjadi korban. Tidak jelaskan secara detail memang apa sesungguhnya yang membuat mereka berselisih paham, bahkan sebuah "chif"pun tidak jelas apa kegunaanya. "Ini film tentang balas dendam,tidak usahlah terlalu terperinci mengenai hal-hal lainya,yang penting balas dendam dan pembunuhan di mana-mana" mungkin itu yang dipikirkan orang-orang yang terlibat didalamnya.
Cataleya akhirnya berhasil bertemu dengan pamanya,tanpa tidak ragu lagi pada saat itu juga, dia mengungkapkan keinginannya untuk menjadi seorang pembunuh. Sang paman pun jelas tidak bisa menolak, hanya saja menurut sang paman, seorang pembunuh handal tidaklah hanya menguasai dalam menggunakan senjata-senjata dan cara berkelahi saja, tapi juga harus bisa membaca psikologis orang yang akan kita hadapi. Sampai pada akhirnya dia dewasa, dan siap membunuh satu persatu orang-orang yang memang pantas dibunuh termasuk target nomor satu dirinya yaitu komplotan pembunuh kedua Orang tuanya.

Munculnya nama Luc Besson disini jelas semakin membangkitkan niat kita untuk pergi menonton filmnya. Karena secara tidak langsung kita akan terbayang-bayangi filmnya yang boleh dibilang cukup sukses,menghibur atau bahkan sebagian orang menganggapnya bagus. Nama Olivier Megaton pun cukup menjanjikan lah walau kita tahu dia baru menyutradarai film "transporter 3" dan film-film pendek.

Pada akhirnya Colombiana memang film yang cukup menghibur. Tapi saya rasa filmnya masih bisa jauh lebih baik dari ini. Entah kenapa film yang bertema balas dendam ini masih kurang terasa geregetnya, apakah karena dasar penuntutan balas dendam yang kurang begitu terasa karena Oliver magaton atau Luc besson atau siapapun yang bertanggung jawab besar terhadap film ini masih terlihat malu-malu dalam menampilkan adegan sadis yang nantinya mampu membangkitkan rasa keingingan balas dendan yang sangat kuat. Salah satu contoh kenapa film I Saw The Devil begitu sangat mengena? karena tidak lain,kita diperlihatkan hal yang mampu membangkitkan sisi terdalam emosional kita untuk membalaskannya jauh lebih menyakitkan. Kalaupun tidak dengan adegan seperti itu,maka alangkah baiknya ikatan yang kokoh harus mampu diperlihatkan. Saya masih ingat film Man of Fire yang dibintangi Denzel washington dan Dakota Fanning yang merupakan salah satu film favorit saya. Difilm itu Creasy (washington) bukanlah siapa-siapa Pita (fanning),tapi kenapa balas dendam yang dia lakukan begitu terasa tersampaikan kepada kita? Jelas saja karena ikatan mereka berdua berhasil membuat sisi terdalam dari hati kita benar-benar terusik.

Bagaimana dengan Saldana sendiri? saya rasa bentuk tubuhnya yang terbungkus baju ketat sudah sangat mewakili kelenturanya untuk menembus jeruji-jeruji sempit sekalipun. Hanya saja cukupkah persiapan yang dia lakukan untuk membunuh orang yang jelas tidak sembarangan itu?. Dan lagi aksi dia masih kurang terasa wahhh,..come on,seriuskah cuma segitu? Saya malah berharap dia mampu loncat-loncat dengan lentur di atas meja dengan indah layaknya pesenam peraih medali emas Olimpiade dari china, ditambah sedikit kesalahan seperti vas bunga yang mau jatuh tapi berhasil diambil kembali. Terdengar klise bukan? tapi jujur itu mutlak sangat diperlukan. Dengan datang secara tiba-tiba,kemudian dengan sekejap sudah memegang pistol dihadapan sang target bagi saya itu sesuatu yang masih perlu diperbaiki karena benar-benar tidak indah.

Terlepas dari itu semua, Colombiana adalah film yang cukup menghibur meskipun banyak kekurangannya.

Overall : 6/10

__________________________________________________________________________________

Nb : Saat saya nonton,kalau tidak salah saya duduk d kursi 11E,dan dibelakng saya duduk sepasang suami istri,yang berarti duduk di kursi D 11 dan 12. Saat memasuki 15 menit terakhir kurang lebih, tiba-tiba si Bapa berbicara dengan cukup keras yang tentu saja terdengar oleh telinga saya memang cukup sensitif. Kira-kira seperti ini kata-katanya "Ahhh,...Gelut jeung nuboga lalakon,...hahahaha" saat itu juga saya berfikir,dan langsung tertawa kecil sambil bilang dalam hati "si Bapak kata-katana emang Epic Surepic".

*semoga terhibur






 





Senin, 31 Oktober 2011

Green Zone


Apakah kalian pernah menyimak masalah konflik irak? Apakah kalian tahu apa yang sebenaranya terjadi di Irak? dan apa kalian tahu apa sesungguhnya yg melatar belakangi invasi Amerika ke Irak? ya....seperti itulah rupanya yg mencoba digambarkan oleh Paul Greengrass dalam filmnya "Green Zone".

Film ini dibuka dengan malam dimana penyerangan Amerika ke Irak dimulai, dari situlah tidak diraguka lagi gaya penyutradaraan Paul Greengrass langsung terasa layaknya "bourne supermacy&ultimatum", yang sama-sam d bintangi oleh Matt Damon.

Miller (damon) adalah seorang letnan yg membawahi beberapa prajurit yg bergerak khusus di divisi pencarian senjata yg di anggap menjadi "ancaman bagi seeluruh dunia" yaitu divisi pencarian senjata pemusnah massal.
Dengan mengandalkan informant yg tidak diketahuai keberadaanya karena di anggap rahasia, miller dan anak buahnya bergerak dari satu tempat ketempat lainya demi mencari senjata pemusnah massal itu, yg tentu saja sesuai dengan petunjuk yg diberikan dari informant yg tidak diketahui keberadaanya itu.
Namun apa yg terjadi...? tidak satupun tempat yg ia datangi menjurus pada keberadaan senjata pemusnah massal itu.

Miller mulai curiga dan ragu akan tugas yg diembanya itu, dan sampai pada akhirnya ia mencoba mempertanyakan kebenaran akan hal yg diragukanya itu, dan dapat dipastikan bahwa ia langsung mendapat kecaman keras dari atasanya. namun miller ternyata tidak sendiri, diam-diam salah seorang petinggi di pemerintahan irak sementara mempunyai pemikiran yang sama dengan miller,dan sudah dipastikan merekapun bekerja sama demi mengungkap keraguan mereka.

Saat menonton film ini anda akan disuguhkan adegan2 menegangkan khas paul greengrass seperti dlm film 'bourne',dialog2 cepat disertai perpindahan kamera yg cepat pula benar2 mampu menggambarkan situasi irak dengan sangat baik,namun itu tidak lantas membuat kita sulit untuk mengikuti film ini.

Boleh dibilng jika anda penasaran dengan segala hal berbau irak atau lebih tepatnya 'hal yg melatar belakangi invasi amerika ke irak', boleh jadi film ini adalah jawabannya. walau pada kenyataanya film ini hanya menyadur dari sebuah buku saja (ga tau bukunya apa dan karangan siapa). Namun saya tetap memuji Paul greengrass dan teman2 yg telah berani membuat film yg saya anggap sangat hebat ini.

Boleh dibilang tidak banyak film seperti ini. Terakhir film seperti ini yg saya tonton adalah 'Syriana'.
film yg tidak hanya memperlihatkan sisi baik saja,tapi berani memperlihatkan sisi buruknya juga,bahkan bisa jadi dalang dari semua kekacauan semua ini. Kita sering melihat film amerika yg hanya mengagul-agulkan diri sendiri saja,bahkan lebih senang memperlihatkan kearogan,kesalahan dan keangkuhan negara lain. Tapi tidak untuk film ini, Paul greengrass dan timnya berhasil membuat film yg 'seimbang'(setidaknya dimata saya), dan nyatanya berhasil membuat saya terpukau.

 Overall : 8/10



Kamis, 27 Oktober 2011

Hanna


Sutradara        : Joe wright
Pemain    : Saoirse Ronan,Eric Bana,Cate Blanchett


Young,sweet,innocent and deadly, itulah setidaknya yang sedang coba digambarkan Joe wright selaku sutradara dari film terbarunya "Hanna".

Hanna (Ronan) adalah gadis muda yg selama hidupya tinggal didalam huta bersama dengan ayahnya (Bana). Walau hidup terisolir dari dunia luar, dia mendapat semacam pelatihan seperti bela diri,pengetahuan dan kecerdasan dari sang ayah. Dan bila saatnya tepat,maka dia selaku gadis muda yg penasaran dunia luar,berhak memutuskan pergi kedunia luar dengan tentu saja harus memenuhi persyaratan sang ayah.

Saya tidak akan terlalu banyak berceloteh dengan jalan cerita,bisa-bisa nanti membuat jalan cerita menjadi hambar.
"Hanna" adalah semacam ajang pembuktian bagi Joe untuk film actionya,mengingat sebelum-sebelumnya dia sangat piawai menggarap film bergenre drama yang sangat kental yg kita ketahui seperti Pride and Prejudice,Atonement dan The Soloist.

Tapi apa yg terjadi dengan film action pertamanya ini, Hanna adalah sebuah film yg nanggung menurut saya,tidak jelas Joe mau membawa kearah mana film ini,action? mystery? atau sci fi?
tidak ada satu scene pun adegan perkelahian yang membuat saya takjub melihatnya,atau suguhan mistery yg bisa membuat filmnya lebih menarik,atau mungkin jalinan emosi yang biasa dia suguhkan dengan sangat piawai di film-film dia sebelumnya.

Young,sweet,innocent saya rasa memang pas untuk gambaran sosok "Hanna", but deadly?, i don't think so.
Ronan semacam tidak menguasai wilayah medan peperanganya,muda,manis dan polos saya rasa memang iya, tapi 'mematikan'? saya rasa dia harus banyak belajar dari Hit girl.

Sebagai kesimpulan,saya benar-benar merasa kecewa dengan filmnya. Saya akui filmnya tidaklah terlalu buruk, namun ekspektasi saya yg sangat tinggi untuk film ini membuat saya benar-benar merasa telah dikecewakan.

Joe Wright seolah-olah masih meraba-raba  dengan film semacm ini.
Secara leseluruhan akting pemainpun dibawah standar,walaupun begitu Cate Blanchatt tetep paling bersinar disini.

over all : 6/10

Eat Pray Love


Eat pray love sebuah judul film yang sempat menghebohkan kala waktu disebut-sebut kalo Bali menjadi salah satu lokasi syuting bahkan sebagain besar katanya akan dilakukan di salah satu pulau eksotik yang dimiliki Indonesia ini. saya sangat excited sekali dengan kehadiran film ini yang sedkit banyak diharapkan bisa mengangakat nama Indonesia di dunia khususnya dalam bidang film dan pariwisata.

Film dibuka dengan rasa ketidakpuasan Elizabeth Gilbert 'liz' (julia robert) dalam menjalani kehidupanya,terutama masalah rumah tangga yang sedang dijalaninya. Kebingungan mengenai kapan saatnya siap mempunyai anak dan atau dimanakah posisi kebahagiaan dia sekarang ini menjadi batu ganjalan dalam hatinya yang akhirnya membawa keputusan yang pahit bagi pasangan itu,yaitu perceraian. Namun justru karena itu pula,dia akhirnya memutuskan untuk melakukan perjalanan ketiga negara yaitu Italia,India dan Bali *saya bingung kenapa ogah sekali menyebut nama Indonesia disini,walau pernah disebut satu kali* setelah sebelumnya kembali gagal merajut cinta dengan pria yang lebih muda 'David' (James franco).

Maka dimulaialah perjalanan nya itu dimulai dari Italia yang terkenal dengan makananya,lalu India dengan spiritualnya dan kemudian Bali yang menggabungkan semua unsur yang pernah liz dapatkan di Italia dan India.

Apakah hanya sekedar perjalanan wisata sajakah film ini?,tentu saja tidak,seperti yang sudah kita ketahui,film yang diangkat dari novel best seller dengan judul yang sama ini,menceritakan tentang seorang wanita yang mencari keseimbangan dalam hidupnya.
Namun sayang,Ryan Murphy selaku sutradara kurang mampu menggali 'apa sebenarnya?' yang mendasari sang tokoh untuk melakukan tindakan tersebut.
Apa dengan rasa ketidakpuasan sang tokoh utama 'liz' yang digambarkan begitu ringannya sudah cukup mendasari tindakan tersebut?, menurut saya sama sekali belum. Cara penggambaran murphy selaku sutradara dalam latar belakang sang tokoh melakukan tindakan tersebut masih saya anggap sangat 'cemen' dalam artian permasalahan yang digambarkan Murphy masih bisa diperbaiki karena belum sampai dalam tahap kronis kalau memakai istilah dalam penyakit.
Walau pada kenyataanya film ini tidaklah begitu menarik, setidaknya masih banyak bagian yang saya anggap masih cukup menarik. Roma yang memperlihatkan bagitu banyak makanan yang sampai-sampai mulut saya berair, India yang mengumbar kelucuan saat semedi dan Bali Indonesia yang,,,oh god,,,,digambarkan dengan indahnya.

Disamping semua itu,saya semakin bangga dengan aktor-aktor Indonesia, Cristin Hakim mampu membawakan karakter Wayan dengan pas bahkan sangat ok kalo menurut saya, tidak ada kecanggungan antara mimik muka,gerak tubuh serta pelapalan bahasa Inggris yang di ucapkanya. Dan Aryani Kiergenburg Wilems (aktris pembantu terbaik *under the tree*) menmpilkan sebuah penampilan yang luar biasa mengena walau hanya tampil sekilas demi sekilas,tp itu tidak masalah selama karakter yang dimainkanya begitu mengena. Bagaimana dengan peran Ketut yang dimainkan oleh warga asli lokal?, saya rasa untuk ukuran pemain pemula yang bahkan sebelumnya dia belum pernah berakting,saya rasa dia memberikan porsi yang pas sesuai karakter yang diperankaya.

Secara keseluruhanya film ini terkesan biasa saja, walau saya akui ada beberapa adegan yang mampu membuat saya betah untuk menontonya.

overall :5/10

Sector 7



Entah sutradara film ini merupakan fans dari film Alien/aliens atau bukan?,atau juga pengagum karakter Ellen Ripley atau bukan?,tapi yang pasti,sepajang filmnya kita akan disuguhi set-set yang menyerupai filmnya james cameron ataupun Ridley scott  itu. Lorong-lorong gelap,besi-besi tua serta kernyitan dan gesekan besi-besi yang membahana ruangan sungguh menyerupai film alien/aliens.

Sebelum dirilis,banyak yang menyebutkan kalau filmnya ini akan menyerupai atau setipe dengan film The host buah karya Bong-joon-ho yang phenomenal itu. Dengan memunculkan sosok monster serta carater hero diharapkan memang filmnya jauh lebih baik dari film the host.

Diceritakan sekelompok orang berkumpul di sektor 7 yang tempatnya berada ditengah lautan,untuk mencari minyak bumi. Mereka tidak tahu kalau dulunya tempat ini pernah dipakai untuk sebuah penelitian. Prustasi karena tidak kunjung mendapatkan hasil,maka sebagian orang memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat ini. Tapi seorang perempuan yang boleh dibilang salah satu pimpinan ditempat ini tetap bersikukuh kalau ditempat ini kaya akan minyak bumi walau sekarang masih belum menemukanya. Maka untuk mencari bantuan demi tidak menutup proyek ini,dia memanggil pamannya yang juga sering melakukan hal sperti ini,singkatnya dia orang yang sangat berpengalaman. Maka dimulailah proyek ini,dan disaat yang bersamaan pula bermunculan teror-teror yang tidak terduga kejadianya.

Jujur saya bilang kalau set film ini cukup berhasil menduplikasi set dari film Alien/aliens,lorong panjang yang sunyi serta gelap,besi karatan nan tua berhasil meyakinkan saya kalau budget film ini tidaklah main-main. Namun sayang,dengan set yang cukup meyakinkan itu,atmosfer yang tercipta justru sama sekali tidak terasa. Atmosfer yang seharusnya mampu membuat penonton merasa berada diposisi itu,malah sama sekali tidak terasa. Yang ada hanyalah teriakan dan lari-larian yang boleh saya bilang terlalu "riweuh". Sosok pahlawan perempuan yang "mungkin" terinsfirasi sosok ellen ripley di film alien sama sekali tidak terasa. Jalinan emosi antar pemain terkesan dipaksakan,sosok monster yang seharusnya membuat kita ngenes seperti halnya di film The Host,justru disini keberadaanya hanyalah untuk membabi buta dan mencakar-cakar saja,singkatnya tidak membuat kesan apapun.

Pada keseimpulanya,film yang setnya sudah saya bilang tadi cukup meyakinkan,terasa terbuang dengan percuma. Bahkan sosok monster yang walau tidak sekeren monster-monster buatan Hollywood,harusnya punya peranan penting layaknya monster rekaan Bong-joon ho. Film ini telah kehilangan gregetnya bahkan saat baru memasuki paruh waktu pertama. Banyak aspek yang terkesan dilupakan begitu saja sehingga membuat filmnya terasa kehilangan sebagian jiwa yang justru penting dalam sebuah film.

so, ... this is only my reviews, maybe you have different views about this movie.
My Rate : 2 out of 5 stars

*
The host : 4,5 out of 5 stars
Alien       : 3,5 out of 5 stars
Aliens     : 4 out of 5 stars

Rabu, 26 Oktober 2011

It's Complicated

Sebuah karya yg terlahir dari seorang sutradara yg pernah membuat "something's gotta give dan the holiday"....yup, she is Nancy Meyer.

Apa jadinya jika sepasang suami istri yg telah bercerai setelah sekian lama,tiba-tiba mendapatkan ritme untuk menjalin hubungan kembali....? ya...Jane (Meryl Streep) dan Jake (Alec Baldwin) setelah sekian lama mereka bercerai dan berhasil mempunyai 3 anak yg telah dewasa, tiba-tiba benih-benih cinta itu muncul kembali,padahal ini semua berada di situasi yg sulit,lihat saja Jake yg sudah mempunyai istri lagi yg ternyata jauh lebih muda dari Jane. Tapi apa salah benih-benih cinta itu muncul kembali setelah sekian lama,dan haruskah mereka mengulanginya kembali....? dan itulah salah satu inti cerita d film ini.

Setelah sekian lama berpisah karena perbedaab prinsif, Jane berhasil menata hidupnya kembali dengan sempurna tanpa bantuan siapapun. Namun saat menghadiri wisuda kelulusan anaknya d NY,ia terpaksa harus begitu dekat dengan matan suaminya itu hanya demi anak-anak,tapi justru dari situlah awal benih-benih cinta itu muncul kembali.

Jane berada di situasi yg benar-benar sulit,di satu sisi ia ingin mencoba kembali merajut hubungan dengan eks husband nya itu,tp d sisi lain lagi,ia takut bahwa perasaanya ini hanyalah sementara lantaran kesepian, atau bahkan yg paling parah adalah untuk balas dendam kepada agnes "istri jake sekarang". Jane benar2 merasa bingung sampai2 ia harus berkonsultasi dgn Dokter pribadinya, ditambah ia saat itu ia tengah dekat dengan seorang arsitek yg merancang rumahnya Adam (Steve Martin).

Film ini benar lucu dan kocak, Nancy Meyer berhasil membuat film ini begitu"nikmat" di tonton, dialog2 yg pas,akting yg pas dari para pemainya, di tambah chemistry Streep dan Baldwin yg patut di acungi jempol.

Film in pada kenyataanya tidak hanya di tujukan untuk org-org yg pernah mengalami kegagalan dalam pernikahan, tp juga kepada kita sebagai anak dalam menyikapai situsi seperti ini. intinya adalah toleransi antar anggota keluarga walau pada kenyataanya keluarga ini tidak utuh lagi. benar-benar film yg sayang untuk anda lewatkan.
Overall : 8/10